Selasa, 22 November 2011


Kartu Kredit Gold
KARTU KREDIT

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kartu kredit atau yang sering juga disebut credit card tidak lagi merupakan barang lux di Indonesia. Pemakaian kartu plastik ajaib ini sudah cukup meluas. Bahkan seringkali seseorang memegang beberapa kartu kredit sekaligus. Yang namanya Visa, Master Card, American Express adalah diantara nama-nama kartu-kredit yang seringkali terdapat dalam dompet seseorang.
Seiring dengan pesatnya penggunaan kartu kredit kartu kredit tersebut, penyalahgunaannya juga banyak terjadi. Disamping itu, ternyata juga serangkali terjadi bahwa para pihak yang terlibat dalam penggunaan/penerbitan/pemakaian kartu kredit tidak selamanya melaksanakan prestasinya seperti yang diperjanjikan, baik karena kesengajaan, kekhilafan maupun karena seribu satu alasan lainnya.
Karena itu, kehadiran sektor hukum yang adil, tegas dan predictable untuk menata penggunaan kartu kredit tentu merupakan kebutuhan dunia bisnis yang nyata dalam praktek. Pasalnya, karena tentunya para pihak yang terlibat dalam hubungan dengan kartu kredit ini ingin agar kedudukannya terlindungi secara hukum, dengan hak dan kewajibannya yang reasonable dan transparan.

B. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kartu kredit dan para pihak siapa saja yang terlibat didalamnya ?
2.      jenis-jenis kartu kredit dan apa yang menjadi dasar hukumnya ?
3.      Apa yang menjadi karakteristik dari kartu kredit?

BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Kartu Kredit
Sejarah memang tidak mungkin kita lupakan apabila kita melihat kilas balik dalam sejarah, bentuk transaksi yang paling tua adalah bentuk tukar menukar atau barter. Kemudian ketika manusia mengenal alat pembayaran dalam bentuk uang, maka mulailah berkembang transaksi jual beli. Ternyata uang sebagai alat bayarpun tidak cukup aman bagi pemegangnya. Hal ini dikarenakan baik karena tidak praktis ataupun karena sering terjadi perampokan atau kehilangan tanpa tersedia upaya pangamanan yang berarti. Maka berkembanglah bentuk alat pembayaran lain.
Alat pembayaran lain itu berupa kartu plastik yang secara populer disebut kartu kredit. Walaupun eksistensi kartu-kredit tidak dimaksudkan untuk menghapus secara total sistem pembayaran dengan menggunakan uang cash ataupun cek tetapi terutama untuk kegiatan pembayaran yang day to day dengan jumlah pembayaran tingkat menengah, maka keberadaan kartu kredit sesungguhnya dapat menggeser peranan uang cash ataupun cek. Untuk pembayaran yang bukan tingkat menengah mamang penggunaan kartu kredit masih belum populer. Karena untuk transaksi kecil, orang cenderung menggunakan uang cash sementara untuk transaksi yang besar pilihannya jatuh pada alat bayar cek ataupun surat-surat berharga lainnya.
Selanjutnya, diakhir dasawarsa 1950-an juga, Bank of America menjadi pionir dengan memperkenalkan kartu kredit “antar bank”, yang kemudian berkembang menjadi apa yang sekarang dikenal dengan kartu kredit “VISA”.
Fungsi bank-bank tersebut dapat berupa :
1.        Penerbit kartu kredit.
2.        Dapat juga berupa bank perantara bayar (Collection Bank) yakni yang bertugas untuk menerima slip penjualan dari penjual barang/jasa dan membayarnya kepada penjual tersebut dan meneruskan slip penjualan tersebut kepada bank penerbit untuk mendapatkan pembayaran kembali.
3.        Dapat juga suatu bank bertindak sekaligus sebagai bak dan perantara bayar.
Maka akhirnya berkembanglah berbagai macam kartu kredit dan menerobos tapal batas negara seiring dengan arus globalisasi. Perkembangan yang pesat terhadap pemakaian kartu kredit tersebut tidak terkecuali juga di Indonesia.
Pengertian Kartu Kredit dan Para Pihak yang Terlibat
Kartu kredit merupakan suatu kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik dengan dibubuhkan identitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari jasa atau barang dibeli ditempat-tempat tertentu seperti : toko, restoran, penjualan tiket pengangkutan, dan lain-lain. Dan juga membebankan kewajiban kepada pihak penerbit kartu kredit untuk melunasi harga barang atau jasa tersebut ketika ditagih oleh pihak penjual barang atau jasa. Kemudian kepada pihak penerbitnya diberikan hak untuk menagih kembali pelunasan harga tersebut dari pihak pemegang kartu kredit plus biaya- biaya lainnya seperti : bunga, biaya tahunan, uang pangkal, denda dan sebagainya.

Para pihak yang terlibat dalam hubungan dengan kartu kredit adalah :
1.    Pihak Penerbit ( Issuer )
Pihak penerbit kartu kredit ini terdiri dari :
a.   Bank.
b.   Lembaga Keuangan yang khusus bergerak di bidang penerbitan kartu kredit.
c.   Lembaga Keuangan yang di samping bergerak di dalam penerbitan kartu kredit, bergerak juga di bidang kegiatan-kegiatan lembaga keuangan lainnya.
Kepada para pihak penerbit ini oleh hukum dibebankan kewijiban sebagai berikut :
a.   Memberikan kartu kredit kepada pemegangnya.
b.   Melakukan pelunasan pembayaran harga atau jasa atasbills yang disodorkan oleh penjual.
c.   Memberitahukan kepada pemegang kartu kredit terhadap setiap tagihannya dalam suatu periode tertentu, biasanya tiap satu bulan.
d. Memberitahukan kepada pemegang kertu kredit berita-berita lainnya yang menyangkut dengan hak, kewajiban dan kemudahan bagi pemegang tersebut.
Selanjutnya pihak penerbit kartu kredit oleh hukum diberikan hak-hak berikut :
a.   Menagih dan menerima dari pemegang kartu kredit pembayaran kembali uang harga pembelian barang atau jasa.
b.   Menagih dan menerima dari pemegang kartu kredit pembayaran lainnya, seperti bunga, uang pangkal, uang tahunan, denda, dan sebagainya.
c.   Menerima komisi dari pembayaran tagihan kepada perantara penagihan atau kepada penjual.
2.    Pihak Pemegang Kartu Kredit ( Card Holder )
Secara hukum, pihak pemegang kartu kredit mempunyai kewajiban sebagai berikut :
a.     Tidak melakukan pembelian dengan kartu kredit yang melebihi batas maksimum.
b.     Menandatangani slip pembelian yang disodorkan oleh pihak penjual barang/jasa.
c.     Melakukan pembayaran kembali harga pembelian sesuai dengan tagihan oleh pihak penerbit kartu kredit.
d.    Melakukan pembayaran-pembayaran lainya, seperti uang pangkal, uang tahunan, denda, dan sebagainya.
Selanjutnya pihak pemegang kartu kredit mempunyai hak-hak sebagai berikut :
a. Hak untuk membeli barang/jasa dengan memakai kartu kredit, sedang atau tanpa batas maksimum.
b. Kebanyakan kartu kredit juga memberi hak kepada pemegangnya untuk mengambil uang cash baik pada mesin teller tertentu dengan memakai nomor kode tertentu ataupun via bank-bank lain atau bank penerbit.
c. Hak untuk mendapatkan informasi dari penerbit tentang perkembangan kreditnya dan tentang kemudahan-kemudahan.
3.    Pihak Penjual Barang/Jasa
Pihak penjual barang atau jasa terhadap mana kartu kredit akan atau telah dipergunakan, secara hukum mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut :
a. Memperkenalkan pihak pemegang kartu kredit untuk membeli barang atau jasa dengan memakai kartu kredit.
b. Bila perlu melakukan pengecekan atau otorisasi tentang penggunaan dan keabsahan kartu kredit yang bersangkutan.
c.  Menginformasikan kepada pemagang/pembeli barang/jasa tentang charge tambahan selain harga jika ada.
d.    Menyodorkan slip pembelian untuk ditandatangani oleh pihak pembeli/pemegang kartu kredit.
e. Membayar komisi ketika melakukan penagihan kepada perantara (jika dipakai perantara) atau kepada penerbit (jika dilakukan langsung kepada penerbit).
Sedangkan yang menjadi hak dari penjual barang/jasa adalah sebagai berikut:
a.    Meminta pelunasan harga barang/jasa yang dibeli oleh pembelinya dengan memakai kartu kredit.
b. Meminta pembeli/pemegang kartu kredit untuk menandatangani slip pembelian.
c. Menolak untuk menjual barang/jasa jika tidak terdapat otoriosasi dari penerbit kartu kredit.

4. Pihak Perantara
Pihak perantara ini terdiri dari :
a. Pihak perantara penagihan (antara penjual dan penerbit) yang disebut dengan acquirer, adalah pihak yang meneruskan tagihan kepada penerbit berdasarkan tagihan yang masuk kepadanya yang diberikan oleh penjual barang/jasa.
b. Pihak perantara pembayaran (antara pihak pemegang dengan pihak penerbit) adalah bak-bank dimana pembayaran kredit/harga dilakukan oleh pemilik kartu kredit.

C. Jenis-jenis Kartu Kredit
Pengkategorian kartu kredit dapat dilakukan dengan melihat kepada :
1.  Kriteria wilayah berlakunya
Kartu kredit dapat dibagi kedalam dua kategori sebagai berikut :
a. Kartu Kredit Internasional
Kartu kredit Internasional ini dimaksudkan sebagai kartu kredit yang penggunaannya dapat dilakukan dimana saja tanpa terikat dengan batas antar negara seperti : VISA Card, MASTER Card, American Express dan sebagainya.
b. Kartu Kredit Nasional
Kartu kredit local hanya dapat digunakan di wilayah tertentu atau di suatu negara tertentu saja seperti : Lippo Card, BCA Card dan sebagainya.
2.  Kriteria Sistem Pembayaran
Apabila sistem yang dipergunakan sebagai kriteria maka kartu kredit (dalam arti luas) dapat dibeda-bedakan ke dalam dua kategori sebagai berikut :
a.    Credit card
Kartu kredit (dalam arti sempit) sering juga disebut dengan Credit Card. Dengan kartu kredit seperti ini pembayaran yang dilakukan oleh pemegang dapat dilakukan secara cicilan. Walaupun tidak tertutup kemungkinan tentunya jika ingin dibayar lunas sekaligus.
b.    Debit card
Pemegang kartu harus memiliki rekening pada bank, selain itu juga transaksi hanya dapat dilakukan apabila pemegang kartu kredit memiliki saldo yang mencukupi untuk menutup biaya transaksinya.
c.    Carge card
Di dalam carge card pada umumnya tidak ada ketentuan limit penggunaan dalam melakukan transaksi, pembayaran dilakukan secara penuh terhadap semua tagihan sebelum tagihan berikutnya timbul, apabila pembayaran tidak dilakukan secara penuh dari tagihan akan dikenakan denda keterlambatan (late charge) sebesar presentase tertentu, di dalam carge card tidak dikenakan tingkat bunga atas setiap pembayaran tagihan.
D. Dasar Hukum Kartu Kredit
Perkembangan kartu kredit masih terbilang relatif baru dibandingkan dengan alat bayar lainnya, seperti uang cash, cek, dan sebagainya maka tentang berlakunya kartu kredit tidak diketemukan dasar hukum yang tegas dalam Kitab undang-undang, yang menjadi dasar hukum atas legalisasi pelaksanaan kegiatan kartu kredit di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian Antara Para Pihak Sebagai Dasar Hukum
Sebagaimana diketahui Sistem hukum kita menganut asas kebebasan berkontrak (vide Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata). Pasal 1338 ayat 1 tersebut menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Dengan berlandaskan kepada Pasal 1338 ayat 1 ini maka asal tidak bertentangan dengan hukum atau kebiasaan yang berlaku, maka setiap perjanjian (lisan maupun tertulis) Yng dibuat oleh para pihak yang terlibat dalam kegiatan kartu kredit, akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak tersebut.
2. Perundang-undangan Sebagai Dasar Hukum
Ada berbagai perundang-undangan lain yang dengan tegas menyebut dan memberi landasan hukum terhadap penerbitan dan pengoperasian kartu kredit ini yaitu sebagai berikut :
a.       Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 3 huruf c antara lain menyebutkan bahwa salah satu kegiatan dari Lembaga Pembiayaan adalah melakukan usaha kartu kredit Sementara dalam Pasal 1 ayat 8 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit, Menurut Pasal 3 dari Keppres No.61 ini yang dapat melakukan kegiatan lembaga pembiayaan tersebut yang termasuk kegiatan kartu kredit adalah :
1)   Bank.
2)   Lembaga Keuangan Bukan Bank (sekarang sudah tidak ada lagi dalam sistem hukum keuangan kita).
3)   Perusahaan pembiayaan.
b.  Keputusan Menteri Keuangan no.1251/KMK.013/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah berkali-kali diubah, terkhir denagn Keputusan Menteri Kuangan RI No.448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan Pasal 2 dari Keputusan Menkeu No.1251 ini kembali menegaskan bahwa salah satu dari kegiatan Lembaga pembiayaan adalah usaha kartu kredit. Selanjutnya dalam pasal 7 ditentukan bahwa pelaksaan kegiatan kartu kredit dilakukan denagn cara penerbitan kartu kredit yang dapat dipergunakn oleh pemegangnya untuk pembayaran pengadaan barang/jasa.
c.  Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan seperti yang telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Sehubungan dengan perbankan, kertu kredit mendapatkan legitimasinya dalam Undang-Undang No.7 Tahun1992 seperti yang telah diubah dengan Undang-  Undang No.10 Tahun a1998. Pasal 6 huruf I nya dengan tegas menyatakan bahwa salah satu kegiatan bank adalah melakukan usaha kartu kredit.
d. Berbagai Peraturan Perbankan Lainnya Terdapat berbagai peraturan perbankan lainnya yang mengatur lebih lanjut atau menyinggung tentang kartu kredit ini yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.

E. Karakteristik Yuridis Dari Kartu Kredit
Ditinjau dari segi yuridis ternyata kartu kredit ini mempunyai karakteristik yuridis tertentu yang berbeda dengan alat pembayaran lainnya seperti cek, wesel, atau uang tunai.
1. Perjanjian-perjanjian Tentang Kartu Kredit
Perjanjian-perjanjian yang terjadi antara para pihak yang terlibat dalam pengeluaran dan pemakaian kartu kredit agak unik apabila ditinjau dari segi hukum. Perjanjiannya dibagi menjadi dua kategori :
a. Antara Penerbit dengan Pemegang
Antara pihak penerbit dengan pemegang kartu kredit terjadi suatu hubungan hukum dalam bentuk perjanjian, biasanya didahului oleh proses di mana pihak pemegang mempelajari terlebih dahulu syarat-syarat dan kondisi yang berlaku terhadap kartu kredit yang bersangkutan.
Perjanjian antara pihak penerbit dengan pihak pemegang kartu kredit ini mirip dengan perjanjian kredit bank, di mana hutang akan dibayar kembali secara mencicil pada kartu kredit (dalam arti sempit)  dan akan dibayar kembali sekaligus pada waktu penagihan dalam kasus kartu pembayaran tunai ( Charge Card ).
Karakteristik lainnya adalah pembeli pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkan ( incasu pembayaran hutang ) sebelum lewat waktu yang telah ditentukan di dalam perjanjian. Lihat Pasal 1759 KUH Perdata kecuali jika ada syarat-syarat yang tidak dipenuhi yang menurut perjanjian tersebut, pihak peminjam diharuskan membayar hutang sebelum jatuh tempo.
b. Antara Pemegang dengan Penjual Barang/jasa
Antara pihak pemegang kartu kredit dengan pihak penjual barang/jasa terhadap mana kartu kredit dipergunakan, juga terdapat suatu hubunagn hukum berupa perjanjian, bahkan seringkali tidak tertulis. Yang paling lazim tentunya perjanjian jual beli. Yang terjadi adalah perjanjian tiga pihak antara pihak penjual, pembeli, dan pihak pemegang kartu. Perjanjian tiga ini merupakan assessoir terhadap perjamjian pokoknya yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit antara pihak penerbit dengan pihak pembeli.
2. Kartu Kredit Ditinjau dari KUHD
Kita mengetahui bahwa dalam KUH Dagang disebutkan adanya beberapa jenis surat berharga seperti Cek. Wesel, Aksep, dan sebagainya. Sebenarnya suatu surat berharga mempunyai tiga fungsi utama sebagai berikut :
a. Sebagai alat bayar (alat tukar pengganti uang)
b. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (dapat diperjualbelikan)
c. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)
Sungguhpun kartu kredit telah mirip dengan surat berharga tetapi dalam pengertian hukum belumlah dapat dipandang suatu surat berharga. Sebab jika dilihat dari ketiga fungsi surat berharga tersebut, hanya fungsi yang pertama yang dipenuhi oleh suatu surat berharga. Yaitu fungsinya sebagai alat pembayaran (pengganti uang kontan). Sedangkan fungsi kedua tidak terpenuhi sama sekali. Sementara fungsi ketiga juga tidak terpenuhi, walaupun secara tidak langsung hak tagih tersebut dapat dipenuhi tetapi bukan oleh kartu kredit, melainkan oleh slip pembayaran yang telah ditandatangani oleh pemegang kartu kredit.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa kartu kredit merupakan salah satu bentuk alat bayar dalam transaksi jual beli barang/jasa disamping dalam bentuk uang dan cek. Pembiayaan melalui kartu kredit di dahului dengan adanya perjanjian, ada 2 (dua) jenis perjanjian dalam kartu kredit yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit sebagai perjanjian pokok, dan perjanjian penggunaan kartu kredit sebagai perjanjian assessoir. Perjanjian pokok bersifat bilateral sedangkan perjanjian assessoirnya bersifat segitiga, yaitu antara pihak penerbit kartu kredit, pemegang kartu kredit, dan penjual. Berdasarkan fungsinya kartu kredit terdiri dari :
1.      Creidit card;
2.      Charge card;
3.      Debit card;
4.      Cash card; dan
5.      Cheek guarantee card.
Berdasarkan wilayah berlakunya kartu kredit dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1.      Kartu kredit nasional; dan
2.      Kartu kredit internasional.
Pihak-pihak yang terkait dalam penerbitan kartu kreditn yaitu :
1.      Penerbit kartu kredit yang dalam hal ini yaitu bank/prusahaan pembiayaan;
2.      Pemegang kartu kredit (card holder);
3.      Penjual (merchant);
4.      Perantara (acquirer.)
Ditinjau dari segi KUH perdata, perjanjian penerbitan kartu kredit digolongkan kedalam perjanjian pinjam pakai habis, yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH perdata. Adapun perjanjian penggunaan kartu kredit digolongkan kedalam perjanjian jual beli bersyarat, yang diatur dalm Pasal 1457-1518 KUH perdata. Dilihat dari segi KUHD, meskipun kartu kredit mirip dengan surat berharga, namun karena kartu kredit hanya memenuhi satu dari tiga fungsi utama surat berharga, yaitu hanya sebagai alat bayar, maka secara hukum kartu kredit tidak dapat dikatakan sebagai suatu surat berharga.