PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kartu kredit atau yang
sering juga disebut credit card tidak lagi merupakan barang lux di Indonesia.
Pemakaian kartu plastik ajaib ini sudah cukup meluas. Bahkan seringkali
seseorang memegang beberapa kartu kredit sekaligus. Yang namanya Visa, Master
Card, American Express adalah diantara nama-nama kartu-kredit yang seringkali terdapat
dalam dompet seseorang.
Seiring dengan pesatnya
penggunaan kartu kredit kartu kredit tersebut, penyalahgunaannya juga banyak
terjadi. Disamping itu, ternyata juga serangkali terjadi bahwa para pihak yang
terlibat dalam penggunaan/penerbitan/pemakaian kartu kredit tidak selamanya
melaksanakan prestasinya seperti yang diperjanjikan, baik karena kesengajaan,
kekhilafan maupun karena seribu satu alasan lainnya.
Karena itu, kehadiran
sektor hukum yang adil, tegas dan predictable untuk menata penggunaan kartu
kredit tentu merupakan kebutuhan dunia bisnis yang nyata dalam praktek.
Pasalnya, karena tentunya para pihak yang terlibat dalam hubungan dengan kartu
kredit ini ingin agar kedudukannya terlindungi secara hukum, dengan hak dan
kewajibannya yang reasonable dan transparan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan kartu kredit
dan para pihak siapa saja yang terlibat didalamnya ?
2.
jenis-jenis
kartu kredit dan apa yang menjadi dasar hukumnya ?
3.
Apa yang menjadi karakteristik dari
kartu kredit?
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Kartu Kredit
Sejarah memang tidak
mungkin kita lupakan apabila kita melihat kilas balik dalam sejarah, bentuk
transaksi yang paling tua adalah bentuk tukar menukar atau barter. Kemudian
ketika manusia mengenal alat pembayaran dalam bentuk uang, maka mulailah
berkembang transaksi jual beli. Ternyata uang sebagai alat bayarpun tidak cukup
aman bagi pemegangnya. Hal ini dikarenakan baik karena tidak praktis ataupun
karena sering terjadi perampokan atau kehilangan tanpa tersedia upaya
pangamanan yang berarti. Maka berkembanglah bentuk alat pembayaran lain.
Alat pembayaran lain
itu berupa kartu plastik yang secara populer disebut kartu kredit. Walaupun
eksistensi kartu-kredit tidak dimaksudkan untuk menghapus secara total sistem
pembayaran dengan menggunakan uang cash ataupun cek tetapi terutama untuk kegiatan
pembayaran yang day to day dengan jumlah pembayaran tingkat menengah, maka
keberadaan kartu kredit sesungguhnya dapat menggeser peranan uang cash ataupun
cek. Untuk pembayaran yang bukan tingkat menengah mamang penggunaan kartu
kredit masih belum populer. Karena untuk transaksi kecil, orang cenderung
menggunakan uang cash sementara untuk transaksi yang besar pilihannya jatuh
pada alat bayar cek ataupun surat-surat berharga lainnya.
Selanjutnya, diakhir
dasawarsa 1950-an juga, Bank of America menjadi pionir dengan memperkenalkan
kartu kredit “antar bank”,
yang kemudian berkembang menjadi apa yang sekarang dikenal dengan kartu kredit
“VISA”.
Fungsi bank-bank tersebut dapat berupa :
1.
Penerbit kartu kredit.
2.
Dapat juga berupa bank perantara bayar (Collection Bank) yakni yang bertugas
untuk menerima slip penjualan dari penjual barang/jasa dan membayarnya kepada
penjual tersebut dan meneruskan slip penjualan tersebut kepada bank penerbit
untuk mendapatkan pembayaran kembali.
3.
Dapat juga suatu bank bertindak
sekaligus sebagai bak dan perantara bayar.
Maka akhirnya berkembanglah
berbagai macam kartu kredit dan menerobos tapal batas negara seiring dengan
arus globalisasi. Perkembangan yang pesat terhadap pemakaian kartu kredit
tersebut tidak terkecuali juga di Indonesia.
Pengertian Kartu Kredit dan Para Pihak
yang Terlibat
Kartu kredit merupakan
suatu kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik dengan dibubuhkan identitas
dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit
diisukan untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari jasa atau
barang dibeli ditempat-tempat tertentu seperti : toko, restoran, penjualan
tiket pengangkutan, dan lain-lain. Dan juga membebankan kewajiban kepada pihak
penerbit kartu kredit untuk melunasi harga barang atau jasa tersebut ketika
ditagih oleh pihak penjual barang atau jasa. Kemudian kepada pihak penerbitnya
diberikan hak untuk menagih kembali pelunasan harga tersebut dari pihak
pemegang kartu kredit plus biaya- biaya lainnya seperti : bunga, biaya tahunan,
uang pangkal, denda dan sebagainya.
Para pihak yang terlibat dalam hubungan
dengan kartu kredit adalah :
1. Pihak
Penerbit ( Issuer )
Pihak penerbit kartu kredit ini terdiri
dari :
a. Bank.
b. Lembaga Keuangan yang khusus bergerak di
bidang penerbitan kartu kredit.
c. Lembaga
Keuangan yang di samping bergerak di dalam penerbitan kartu kredit, bergerak
juga di bidang kegiatan-kegiatan lembaga keuangan lainnya.
Kepada
para pihak penerbit ini oleh hukum dibebankan kewijiban sebagai berikut :
a. Memberikan
kartu kredit kepada pemegangnya.
b. Melakukan pelunasan
pembayaran harga atau jasa atasbills yang disodorkan oleh penjual.
c. Memberitahukan
kepada pemegang kartu kredit terhadap setiap tagihannya dalam suatu periode
tertentu, biasanya tiap satu bulan.
d. Memberitahukan kepada pemegang kertu kredit berita-berita
lainnya yang menyangkut dengan hak, kewajiban dan kemudahan bagi pemegang
tersebut.
Selanjutnya pihak penerbit kartu kredit
oleh hukum diberikan hak-hak berikut :
a. Menagih
dan menerima dari pemegang kartu kredit pembayaran kembali uang harga pembelian
barang atau jasa.
b. Menagih
dan menerima dari pemegang kartu kredit pembayaran lainnya, seperti bunga, uang
pangkal, uang tahunan, denda, dan sebagainya.
c. Menerima
komisi dari pembayaran tagihan kepada perantara penagihan atau kepada penjual.
2. Pihak
Pemegang Kartu Kredit ( Card Holder )
Secara hukum, pihak pemegang kartu
kredit mempunyai kewajiban sebagai berikut :
a. Tidak
melakukan pembelian dengan kartu kredit yang melebihi batas maksimum.
b. Menandatangani
slip pembelian yang disodorkan oleh pihak penjual barang/jasa.
c. Melakukan
pembayaran kembali harga pembelian sesuai dengan tagihan oleh pihak penerbit
kartu kredit.
d. Melakukan
pembayaran-pembayaran lainya, seperti uang pangkal, uang tahunan, denda, dan
sebagainya.
Selanjutnya pihak pemegang kartu kredit
mempunyai hak-hak sebagai berikut :
a. Hak untuk
membeli barang/jasa dengan memakai kartu kredit, sedang atau tanpa batas
maksimum.
b. Kebanyakan
kartu kredit juga memberi hak kepada pemegangnya untuk mengambil uang cash baik
pada mesin teller tertentu dengan memakai nomor kode tertentu ataupun via
bank-bank lain atau bank penerbit.
c. Hak untuk
mendapatkan informasi dari penerbit tentang perkembangan kreditnya dan tentang
kemudahan-kemudahan.
3. Pihak
Penjual Barang/Jasa
Pihak penjual barang
atau jasa terhadap mana kartu kredit akan atau telah dipergunakan, secara hukum
mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut :
a. Memperkenalkan
pihak pemegang kartu kredit untuk membeli barang atau jasa dengan memakai kartu
kredit.
b. Bila perlu
melakukan pengecekan atau otorisasi tentang penggunaan dan keabsahan kartu
kredit yang bersangkutan.
c. Menginformasikan
kepada pemagang/pembeli barang/jasa tentang charge tambahan selain harga jika
ada.
d. Menyodorkan
slip pembelian untuk ditandatangani oleh pihak pembeli/pemegang kartu kredit.
e. Membayar
komisi ketika melakukan penagihan kepada perantara (jika dipakai perantara)
atau kepada penerbit (jika dilakukan langsung kepada penerbit).
Sedangkan yang menjadi hak dari penjual
barang/jasa adalah sebagai berikut:
a. Meminta
pelunasan harga barang/jasa yang dibeli oleh pembelinya dengan memakai kartu
kredit.
b. Meminta
pembeli/pemegang kartu kredit untuk menandatangani slip pembelian.
c. Menolak
untuk menjual barang/jasa jika tidak terdapat otoriosasi dari penerbit kartu
kredit.
4. Pihak Perantara
Pihak perantara ini terdiri dari :
a. Pihak perantara penagihan (antara penjual dan
penerbit) yang disebut dengan acquirer,
adalah pihak yang meneruskan tagihan kepada penerbit berdasarkan tagihan yang
masuk kepadanya yang diberikan oleh penjual barang/jasa.
b. Pihak perantara pembayaran (antara pihak pemegang
dengan pihak penerbit) adalah bak-bank dimana pembayaran kredit/harga dilakukan
oleh pemilik kartu kredit.
C. Jenis-jenis Kartu Kredit
Pengkategorian kartu kredit dapat
dilakukan dengan melihat kepada :
1. Kriteria wilayah berlakunya
Kartu
kredit dapat dibagi kedalam dua kategori sebagai berikut :
a. Kartu Kredit Internasional
Kartu
kredit Internasional ini dimaksudkan sebagai kartu kredit yang penggunaannya
dapat dilakukan dimana saja tanpa terikat dengan batas antar negara seperti :
VISA Card, MASTER Card, American Express
dan sebagainya.
b. Kartu Kredit Nasional
Kartu
kredit local hanya dapat digunakan di wilayah tertentu atau di suatu negara
tertentu saja seperti : Lippo Card, BCA Card dan sebagainya.
2. Kriteria Sistem Pembayaran
Apabila
sistem yang dipergunakan sebagai kriteria maka kartu kredit (dalam arti luas)
dapat dibeda-bedakan ke dalam dua kategori sebagai berikut :
a.
Credit
card
Kartu
kredit (dalam arti sempit) sering juga disebut dengan Credit Card. Dengan kartu
kredit seperti ini pembayaran yang dilakukan oleh pemegang dapat dilakukan
secara cicilan. Walaupun tidak tertutup kemungkinan tentunya jika ingin dibayar
lunas sekaligus.
b.
Debit
card
Pemegang
kartu harus memiliki rekening pada bank, selain itu juga transaksi hanya dapat
dilakukan apabila pemegang kartu kredit memiliki saldo yang mencukupi untuk
menutup biaya transaksinya.
c.
Carge
card
Di
dalam carge card pada umumnya tidak ada ketentuan limit penggunaan dalam
melakukan transaksi, pembayaran dilakukan secara penuh terhadap semua tagihan
sebelum tagihan berikutnya timbul, apabila pembayaran tidak dilakukan secara
penuh dari tagihan akan dikenakan denda keterlambatan (late charge) sebesar presentase tertentu, di dalam carge card
tidak dikenakan tingkat bunga atas setiap pembayaran tagihan.
D. Dasar Hukum Kartu Kredit
Perkembangan kartu
kredit masih terbilang relatif baru dibandingkan dengan alat bayar lainnya, seperti
uang cash, cek, dan sebagainya maka tentang berlakunya kartu kredit tidak
diketemukan dasar hukum yang tegas dalam Kitab undang-undang, yang menjadi dasar hukum atas legalisasi
pelaksanaan kegiatan kartu kredit di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian Antara Para Pihak Sebagai Dasar Hukum
Sebagaimana
diketahui Sistem hukum kita menganut asas kebebasan berkontrak (vide Pasal 1338
ayat 1 KUH Perdata). Pasal 1338 ayat 1 tersebut menyatakan bahwa setiap
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang
membuatnya. Dengan berlandaskan kepada Pasal 1338 ayat 1 ini maka asal tidak
bertentangan dengan hukum atau kebiasaan yang berlaku, maka setiap perjanjian
(lisan maupun tertulis) Yng dibuat oleh para pihak yang terlibat dalam kegiatan
kartu kredit, akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak tersebut.
2.
Perundang-undangan Sebagai Dasar Hukum
Ada
berbagai perundang-undangan lain yang dengan tegas menyebut dan memberi
landasan hukum terhadap penerbitan dan pengoperasian kartu kredit ini yaitu
sebagai berikut :
a. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009
tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 3
huruf c antara lain menyebutkan bahwa
salah satu kegiatan dari Lembaga Pembiayaan adalah melakukan usaha kartu kredit
Sementara dalam Pasal 1 ayat 8 disebutkan bahwa yang dimaksudkan
dengan
Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian
barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit,
Menurut Pasal 3 dari Keppres No.61 ini yang dapat melakukan kegiatan lembaga pembiayaan
tersebut yang
termasuk kegiatan kartu kredit adalah :
1) Bank.
2) Lembaga Keuangan Bukan Bank
(sekarang sudah tidak ada lagi dalam sistem hukum keuangan kita).
3) Perusahaan pembiayaan.
b. Keputusan Menteri Keuangan
no.1251/KMK.013/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan sebagaimana telah berkali-kali diubah, terkhir denagn Keputusan
Menteri Kuangan RI No.448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan Pasal 2
dari Keputusan Menkeu No.1251 ini kembali menegaskan bahwa salah satu dari
kegiatan Lembaga pembiayaan adalah usaha kartu kredit. Selanjutnya dalam pasal
7 ditentukan bahwa pelaksaan kegiatan kartu kredit dilakukan denagn cara
penerbitan kartu kredit yang dapat dipergunakn oleh pemegangnya untuk
pembayaran pengadaan barang/jasa.
c. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan seperti yang telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Sehubungan
dengan perbankan, kertu kredit mendapatkan legitimasinya dalam Undang-Undang
No.7 Tahun1992 seperti yang telah diubah dengan Undang- Undang No.10 Tahun a1998. Pasal 6 huruf I nya
dengan tegas menyatakan bahwa salah satu kegiatan bank adalah melakukan usaha
kartu kredit.
d. Berbagai Peraturan Perbankan Lainnya Terdapat
berbagai peraturan perbankan lainnya yang mengatur lebih lanjut atau menyinggung
tentang kartu kredit ini yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.
E.
Karakteristik Yuridis Dari Kartu Kredit
Ditinjau dari segi yuridis ternyata kartu kredit ini
mempunyai karakteristik yuridis tertentu yang berbeda dengan alat pembayaran
lainnya seperti cek, wesel, atau uang tunai.
1.
Perjanjian-perjanjian Tentang Kartu Kredit
Perjanjian-perjanjian
yang terjadi antara para pihak yang terlibat dalam pengeluaran dan pemakaian
kartu kredit agak unik apabila ditinjau dari segi hukum. Perjanjiannya dibagi
menjadi dua kategori :
a. Antara Penerbit dengan Pemegang
Antara
pihak penerbit dengan pemegang kartu kredit terjadi suatu hubungan hukum dalam
bentuk perjanjian, biasanya didahului oleh proses di mana pihak pemegang
mempelajari terlebih dahulu syarat-syarat dan kondisi yang berlaku terhadap
kartu kredit yang bersangkutan.
Perjanjian
antara pihak penerbit dengan pihak pemegang kartu kredit ini mirip dengan
perjanjian kredit bank, di mana hutang akan dibayar kembali secara mencicil
pada kartu kredit (dalam arti sempit) dan akan dibayar kembali sekaligus pada waktu
penagihan dalam kasus kartu pembayaran tunai ( Charge Card ).
Karakteristik
lainnya adalah pembeli pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang
dipinjamkan ( incasu pembayaran hutang ) sebelum lewat waktu yang telah
ditentukan di dalam perjanjian. Lihat Pasal 1759 KUH Perdata kecuali jika ada
syarat-syarat yang tidak dipenuhi yang menurut perjanjian tersebut, pihak
peminjam diharuskan membayar hutang sebelum jatuh tempo.
b. Antara
Pemegang dengan Penjual Barang/jasa
Antara
pihak pemegang kartu kredit dengan pihak penjual barang/jasa terhadap mana
kartu kredit dipergunakan, juga terdapat suatu hubunagn hukum berupa
perjanjian, bahkan seringkali tidak tertulis. Yang paling lazim tentunya
perjanjian jual beli. Yang terjadi adalah perjanjian tiga pihak antara pihak
penjual, pembeli, dan pihak pemegang kartu. Perjanjian tiga ini merupakan assessoir terhadap perjamjian pokoknya
yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit antara pihak penerbit dengan pihak
pembeli.
2.
Kartu Kredit Ditinjau dari KUHD
Kita mengetahui bahwa dalam KUH Dagang disebutkan adanya
beberapa jenis surat berharga seperti Cek. Wesel, Aksep, dan sebagainya. Sebenarnya
suatu surat berharga mempunyai tiga fungsi utama sebagai berikut :
a. Sebagai alat bayar (alat tukar
pengganti uang)
b. Sebagai alat untuk memindahkan
hak tagih (dapat diperjualbelikan)
c. Sebagai surat bukti hak tagih
(surat legitimasi)
Sungguhpun kartu kredit telah
mirip dengan surat berharga tetapi dalam pengertian hukum
belumlah dapat dipandang suatu surat berharga. Sebab jika dilihat dari ketiga fungsi surat berharga tersebut, hanya fungsi yang pertama yang
dipenuhi oleh suatu surat berharga. Yaitu fungsinya
sebagai alat pembayaran (pengganti uang kontan). Sedangkan fungsi
kedua tidak terpenuhi sama sekali. Sementara fungsi ketiga juga tidak
terpenuhi, walaupun secara tidak langsung hak tagih
tersebut dapat dipenuhi tetapi bukan oleh kartu kredit,
melainkan oleh slip pembayaran yang telah ditandatangani oleh pemegang kartu
kredit.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa kartu
kredit merupakan salah satu bentuk alat bayar dalam transaksi jual beli
barang/jasa disamping dalam bentuk uang dan cek. Pembiayaan melalui kartu
kredit di dahului dengan adanya perjanjian, ada 2 (dua) jenis perjanjian dalam
kartu kredit yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit sebagai perjanjian pokok,
dan perjanjian penggunaan kartu kredit sebagai perjanjian assessoir. Perjanjian
pokok bersifat bilateral sedangkan perjanjian assessoirnya bersifat segitiga,
yaitu antara pihak penerbit kartu kredit, pemegang kartu kredit, dan penjual.
Berdasarkan fungsinya kartu kredit terdiri dari :
1.
Creidit
card;
2.
Charge
card;
3.
Debit
card;
4.
Cash
card; dan
5.
Cheek
guarantee card.
Berdasarkan
wilayah berlakunya kartu kredit dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1.
Kartu
kredit nasional; dan
2.
Kartu
kredit internasional.
Pihak-pihak
yang terkait dalam penerbitan kartu kreditn yaitu :
1.
Penerbit
kartu kredit yang dalam hal ini yaitu bank/prusahaan pembiayaan;
2.
Pemegang
kartu kredit (card holder);
3.
Penjual
(merchant);
4. Perantara (acquirer.)
Ditinjau dari segi
KUH perdata, perjanjian penerbitan kartu kredit digolongkan kedalam perjanjian
pinjam pakai habis, yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH perdata. Adapun
perjanjian penggunaan kartu kredit digolongkan kedalam perjanjian jual beli
bersyarat, yang diatur dalm Pasal 1457-1518 KUH perdata. Dilihat dari segi
KUHD, meskipun kartu kredit mirip dengan surat berharga, namun karena kartu
kredit hanya memenuhi satu dari tiga fungsi utama surat berharga, yaitu hanya
sebagai alat bayar, maka secara hukum kartu kredit tidak dapat dikatakan
sebagai suatu surat berharga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar